Siapa Bilang 'Grepe -Grepe' Itu Nggak Baik?

Oke, jadi ini adalah posting selingan, cerita sehari hari penulis yang salah seorang temannya request untuk dituliskan. Karakter karakter dalam cerita ini sepenuhnya nyata. Jika ada kesamaan nama/tokoh/lokasi maupun yang lainnya... then it's all hitsuzen! Because universe is rarely so lazy. 

~~*~~
Malam hari sekitar sepekan yang lalu, aku, ibuku, dan dua adikku (Nurul & Ihsan), berkelana ke sebuah toko stationery  langganan kami di Perumnas III, relatif dekat dari rumahku di Cerewed. Kami mengendarai 2 motor. Di satu motor ada aku dan Nurul, sedang di motor lainnya ibuku dan Ihsan. Aku dan Nurul berangkat belakangan, karena ibuku dan Ihsan isi bensin lebih dulu.
Singkat cerita, saat aku dan Nurul tiba di toko, sepasang anggota keluarga kami itu belum tiba. Alhasil, kami berdua keliling keliling sambil melihat lihat berbagai jualan toko tersebut lebih dahulu. Tak berapa lama, ibu datang menghampiri kami dengan senyum yang, kalau dipikir pikir sekarang, sedikit kaku. Ditanyakannya pada kami, "Kak (itu panggilanku), Mbak (panggilan Nurul), Ihsan belum ke sini ya?"
Aku dan Nurul saling berpandangan aneh. Sedikit informasi, ibuku bukan orang yang biasa bercanda, tetapi mungkin efek dari suami dan anak anaknya (lebih spesifik satu orang anak, sih. Guess who and I'll give you a cookie) yang justru tidak biasa serius, si ibu terkadang mulai melontarkan joke-joke kecil yang, seringkali, garing. 
Saat ibu bertanya lalu aku dan Nurul berpandangan, kami berdua memikirkan hal yang sama, "Ini salah satu joke garing itu lagi?"
Tapi, yah, sebagai putri putri yang baik, kami tersenyum sopan dan menanggapi, "Ya belum dong. Kan tadi dia sama ibu."
Ibuku, masih dengan senyum kakunya, menanggapi, "Kalian, adiknya ketinggalan di pom bensin..."
Kami tersenyum awkward dan berkata, "Oh." 
I mean, siriuslee, apa yang bakal kalian katakan kalau tiba tiba ibu kalian datang menghampiri, menanyakan keberadaan adik kalian padahal dirinya sendiri yang terakhir kali ada bersama si adik, lalu mengatakan bahwa si adik ketinggalan di pom bensin. KETINGGALAN DI POM BENSIN. Layaknya orang ketinggalan dompet atau barang barang kecil lainnya. Hanya menegaskan, adikku berumur 12 tahun dan tingginya mencapai telingaku jadi... tidak, tidak kecil sama sekali.
Setelah itu ibuku berbalik dan bergegas pergi. Nurul kembali melanjutkan browsing barang barangnya, tapi aku masih merasa ada yang ganjil. 
"Lung (panggilan Nurul dariku)."
"Hmh?"
"Tadi ibu nggak serius kan?"
"Ya nggak lah." Tapi kemudian dia terdiam dan mengalihkan pandangannya padaku. "Nggak mungkin...kan?"
Jawaban yang sangat tidak meyakinkan.

Tapi akhirnya, misteri lelucon garing itupun terpecahkan. Beberapa menit kemudian, ibuku dan Ihsan menghampiri aku dan Nurul dengan senyum yang tidak lagi kaku.
Kami menatap mereka sambil melongo dan melontarkan pertanyaan yang sama, "Jadi itu tadi beneran?"
"Ya iyalah." Ibuku nampak sedikit sebal. "Tapi karena tadi kalian diam aja ya sudah, ibu langsung pergi."
Aku dan Nurul berpandangan lagi, kali ini sambil nyengir bersalah. "Oh... Kirain..." Dan kemudian tertawa histeris.
Beberapa pengunjung dan penjaga toko menatap ke arah kami dan aku berusaha meredakan tawaku, namun sisa sisa cengiran masih menghiasi wajahku.
"Jadi, gimana ceritanya kamu bisa ketinggalan, San?"
Lalu mulailah adikku bercerita. Usut punya usut, setelah sampai di pom bensin, ibuku berhenti dan melihat Pom Bensin masih ramai. Memutuskan bahwa dia bisa kembali setelah kami selesai berbelanja, dia mengatakan pada adikku agar jangan turun dan langsung melanjutkan perjalanan. 
Ihsan rupanya tidak dapat menangkap pesannya dengan sempurna karena kebisingan di sekitarnya. Telinga caplang-nya hanya menangkap penggalan '...run.' dan menyangka ibu menyuruhnya turun. 
Nah, tepat saat kakinya menapak tanah, melajulah ibuku tanpa ide sedikitpun bahwa anaknya masih berdiri sendirian di pom bensin sambil tercenung. Bermaksud untuk berteriak memanggil, namun batal karena ramainya suasana di sekitar. Adikku yang pemalu tidak mau menarik terlalu banyak perhatian.
Dikatakannya bahwa, andai saja kejadian itu terjadi setahun yang lalu, tentu saat itu dia akan menangis. Namun adikku yang tahun ini masuk SMP ternyata sudah besar dan tangguh, dia hanya berkaca kaca sedikit dan terus berjalan sendirian ke arah toko stationery tujuan kami. Untunglah dia sudah mengenal baik daerah di sekitar situ, dan ibuku menyadari kelinglungannya dengan cukup cepat.

Nurul bertanya pada ibu, "Tapi kok bisa nggak ketauan gitu sih? Terus ibu nyadarnya kapan?"
Ibuku menjawab bahwa dia mulai sadar ketika sudah sampai di tempat parkir toko dan mengatakan pada Ihsan (yang masih berada di pom bensin) bahwa 'Kakak dan Mbak sudah sampai duluan.', namun tak ada yang merespon, dan saat ibuku menoleh, putra tunggalnya tidak ada dalam jarak penglihatan. Saat itu ibuku masih berpikir, 'Ah, apa Ihsan sudah masuk ke dalam? Cepat amat.'. Barulah saat dia menyaksikan bahwa putranya tidak ada bersama kakak kakaknya yang cantik, dia sadar bahwa dia telah meninggalkan si anak di pom bensin.

Flashback sedikit, dari dulu, setiap aku membonceng adik bungsuku itu dengan motor, tanganku (yang tidak mengontrol gas tentunya) selalu menggerayangi Ihsan yang duduk di belakang. Dia seringkali komplain, dan aku menjawab bahwa bobotnya terlalu ringan, aku seringkali merasa gamang dan meng-grepe kakinya untuk memastikan bahwa dia masih ada di belakang dan belum hilang.

Aku, tak menyia-nyiakan kesempatan, mengungkit hal tersebut pada Ihsan, "Tuh, makanya San, kamu jangan protes kalo aku grepe grepe pas lagi aku boncengin!'
Si imut itu pun hanya nyengir. 
Dia tak pernah lagi protes jika aku 'grepe-grepe' saat memboncengnya.

Jadi, siapa bilang semua 'grepe-grepe' itu nggak baik? :)



Dari kiri ke kanan: Ihsan, Nurul, me ;)


Dari kiri ke kanan: Sang Ibu, Sang Ayah, me ;)


Si imut yang ketinggalan di pom bensin ;p




Bekasi, 1 Juli 2014
Untuk Danisa *love and huggles*

Comments

Popular posts from this blog

The Lost Chapter of The Lightning Thief

Of Writing and Flexibility