Percy Jackson Fanfiction: Lee Fletcher




SEBUAH PERASAAN YANG TAK TERSAMPAIKAN




Lee
Seperti biasa, Lee sedang melakukan tugas pekanannya bernyanyi untuk para naiad. Para naiad itu memang selalu paling menyukainya. Selalu memintanya untuk tinggal lebih lama. Mereka bahkan mengajaknya untuk berkunjung ke rumah rumah mereka di dasar sungai, yang mereka pikir tentunya undangan yang sangat baik hati, meskipun Lee tidak bisa membayangkan berapa lama dia bisa bertahan di dalam air saat dia berkunjung ke rumah para naiad itu. Dia pasti sudah kehabisan napas bahkan sebelum mencapai pekarangan rumah mereka. 
Seorang naiad yang biasa menjadi juru bicara, Erato, meminta Lee menyanyikan lagu yang lain, "Nyanyikan kami lagu yang indah yang bisa membuat kami senang."
"Aku kan sudah menyanyikan 4 lagu malam ini." Protes Lee sambil masih tersenyum. Dia memang tak pernah marah. 
"Aku dan saudari saudariku berjanji ini yang terakhir. Sungguh. kami bersumpah demi sungai sungai kami yang indah."
"Baiklah." Lee menghela napas. "Hmmm... lagu apa ya...?"
"Oh!" Lee menjentikkan jarinya. "Lagu indah yang bisa membuat kalian senang. Aku akan menggunakan gitarku kali ini."
"Baiklah, kami mendengarkan." Erato dan saudari saudarinya di dalam air tersenyum gembira.
Lee menarik napas dan mengumpulkan seluruh perasaannya untuk menyanyikan lagu terakhir ini.

>>>>>>>>>>
Arabella

Arabella mengumpat saat tersaruk saruk berjalan menjauhi hutan dan berusaha kembali ke kabin 10. Tadi Drew membuatnya terkena charmspeak  lagi dan itu membuatnya sangat kesal. Kenapa sih Drew selalu suka sekali mengganggunya?
Biasanya Silena akan selalu jadi pembela saat Drew mengintimidasi anak anak lain dan menggunakan charmspeak-nya untuk hal-hal jahat. Namun  Silena sedang tidak ada di perkemahan. Dia bukan pekemah tahunan dan tentu saja belum datang di awal Februari seperti ini. 
Arabella merasakan kepalanya berputar dan keinginan untuk kembali ke hutan dan mencari bando milik Drew yang hilang muncul lagi.
“Charmspeak sialan.” Umpat Arabella berusaha menghilangkan pengaruh charmspeak Drew dari kepalanya. Kenapa harus Drew yang memiliki charmspeak terkuat di kabin Aphrodite? Kenapa dia tidak bisa melakukan charmspeak dan malah begitu mudah terpengaruh? 
Namun mengingat kejadian tadi pagi, mau tak mau Arabella tersenyum kecil. Dia tahu mengapa Drew marah padanya. Drew kesal karena tadi pagi Lee menyapanya dengan begitu hangat. Drew memang selalu menganggap Lee miliknya. Padahal kan jelas sekali kalau Lee tidak suka padanya. Lee hanya terlalu  baik hati dengan tidak menunjukkannya terang terangan.  
Arabella ingat bagaimana tadi pagi wajah Lee bersinar saat melihatnya. Seolah lega bukan Drew yang akan menjadi pelatih adiknya, Vala si anak baru. Lee juga menyapanya dengan ramah dan akrab. “Oh, halo, Bells.” 
Jelaslah mengapa Drew kesal. 
Arabella dan Lee memang berteman akrab. Meskipun setahun terakhir ini hubungan mereka merenggang. Mungkin karena Lee yang sibuk sebagai konselor dan mengurusi perkemahan yang sebentar lagi sepertinya akan dilanda perang. Atau mungkin karena Arabella yang merasa tidak nyaman berada di dekat Lee saat mulai menyadari perasaannya terhadap putra Apollo itu dan takut Lee akan tahu. 
Iya, Arabella memang menyimpan perasaan untuknya. Arabella tidak tahu pasti sejak kapan, tapi yang jelas dia baru menyadarinya setahun belakangan ini. Dari dulu dia menyukai Lee, memang benar. Tapi... bukan dalam artian sesuatu yang spesial.
Arabella tahu pasti kalau Lee tidak akan menyukainya seperti itu. Lee hanya menganggap dirinya sebagai adik kecil yang selalu harus dilindunginya. 
Baru saja dia melangkah  melewati arena dan melangkah menuju jembatan dia mendengar sebuah alunan merdu suara seorang anak lelaki. Dia menyanyikan lagu yang belum pernah didengar Arabella namun entah mengapa Arabella begitu tersentuh mendengarnya. 
Sitting here, on this lonely dock
Watch the rain play on the ocean top
All the things I feel I need to say
I can't explain in any other way

I need to be bold
Need to jump in the cold water
Need to grow older with a girl like you
Finally see you are naturally
The one to make it so easy
When you show me the truth
Yeah, I'd rather be with you
Say you want the same thing too...”
Tanpa sadar Arabella seolah tertarik ke arah suara itu berasal. Dia berjalan perlahan seolah tersihir ke sisi jembatan yang tertutupi semak semak. Semakin lama suara itu semakin jelas. 
Arabella mengenal suara itu. 
...Now here's the sun, come to dry the rain
Warm my shoulders and relieve my pain
You're the one thing that I'm missing here
With you beside me I no longer fear

I need to be bold
Need to jump in the cold water
Need to grow older with a girl like you
Finally see you are naturally
The one to make it so easy
When you show me the truth
Yeah, I'd rather be with you
Say you want the same thing too...”

Arabella berjalan perlahan dan merunduk di balik semak, mengintip ke arah suara itu berasal. Dia bukan hanya mengenal suara itu. Dia tahu pasti siapa pemiliknya. 
Disibakannya perlahan semak yang menutupi pandangannya, dan benar saja. Di tepi sungai, bernyanyi sambil menutup matanya dan dikelilingi oleh para naiad yang sebagian besar duduk di sisi sungai, Lee duduk sambil memainkan gitarnya.

...I could have saved so much time for us
Had I seen the way to get to where I am today
You waited on me for so long
So now, listen to me say,

I need to be bold
Need to jump in the cold water
Need to grow older with a girl like you
Finally see you are naturally
The one to make it so easy
When you show me the truth
Yeah, I'd rather be with you
Say you want the same thing too...”

Lee menyanyikannya lagu itu dengan sepenuh hati. Bagaikan dia memang merasakan apa yang dinyanyikannya. 
Terbersit di pikiran Arabella, Mungkin memang benar... Mungkin dia memang menyanyikannya dengan sepenuh hati untuk naiad itu. Mungkin... mungkin dia menyukai naiad itu...
Dan seolah mengiyakan pemikirannya, Lee menghentikan petikan gitarnya dan mengakhiri baris terakhir lagunya dengan hanya suaranya yang merdu. Menatap ke arah naiad yang duduk di tepi sungai sambil tersenyum dengan mata bagai bermimpi. 
“Say you feel the way I do...”
Sesaat para naiad itu nampak tersihir, seolah masih tengggelam dalam melodi yang Lee nyanyikan. Lalu bagai diberikan aba aba para naiad itu bersorak gembira sambil bertepuk tangan, saling berbicara satu sama lain dengan bahasa mereka. Memercikkan air kemana mana. 
Naiad yang duduk di darat, tepat di sebelah Lee, mengecup pipi Lee dan mengatakan sesuatu. Lee tersipu dan mengangguk. Lalu si naiad tertawa dan menceburkan diri lagi ke sungai, bergabung bersama saudari saudarinya kembali pulang ke rumah mereka di dasar sungai.  
Nah, sudah jelas, kan? Pikir Arabella membalikkan tubuhnya sambil terduduk lemas. Lee menyukai naiad itu. Aku memang tolol, menyangka bisa membuatnya menyukaiku...
Karena sibuk dengan pemikirannya sendiri, Arabella tidak sadar akan kehadiran Lee yang mulai bangkit dan berjalan tepat ke arah semak yang dijadikannya tempat bersembunyi.
“Bells? Sedang apa kau di sini?” Tanya Lee dengan kaget saat mendapati Arabella sedang duduk di semak semak, wajahnya sedikit merona.
“Eh, aku...” Arabella bangkit dari duduknya dengan gugup, “a... aku tadi hanya kebetulan lewat... lalu... aku mendengar seseorang bernyanyi...”
Lee memandangnya dengan tatapan menyelidik. “Kau hanya mendengarku bernyanyi? Kau tidak mendengar apa yang dikatakan Erato?”
“Erato?”
“Naiad yang duduk bersamaku tadi.”
“Oh, eh, ti... tidak.” Jawab Arabella. Meskipun aku bisa menduga apa yang dikatakannya.
Lee memandang Arabella dengan kening berkerut. Lalu dia tertawa, “Baiklah. Kurasa aku akan tahu kalau kau berbohong padaku.” Dia tersenyum. “Jadi, menurut pendapatmu bagaimana laguku tadi? Berapa lagu yang kaudengar?”
“Eh... hanya satu. Itu... sangat indah, tentu saja, kau yang menyanyikannya. Seolah... seolah kau benar benar merasakan apa yang kau nyanyikan. Seolah... kau benar benar menyanyikannya untuk seseorang...” 
Lee terdiam sesaat, wajahnya memerah dan dia tersenyum malu. “Memang.”
“Oh...” Hanya itu yang mampu keluar dari mulut Arabella. Merasakan kakinya lemas lagi. Tuh, kan. Dia jelas jelas mengakuinya. Kau sudah nggak punya kesempatan, Bells. Ujarnya pada diri sendiri.
“Eh... untuk naiad yang menciummu tadi?” Dipaksakannya juga bertanya. Lee pasti akan heran kalau dia diam saja.
Lee memandang Arabella dengan kening berkerut lagi. 
Apa? Apa ada yang salah kukatakan? Apa harusnya aku tidak bertanya?
Lalu, tiba tiba saja Lee terbahak geli, membuat Arabella kaget. Lee tertawa geli sekali sampai terbungkuk memegangi perutnya.
“Ap... apa yang begitu lucu?” Tanya Arabella dengan bingung.
Dengan susah payah Lee berusaha menghentikan tawanya. “Eh, eh... tidak, tidak ada apa apa. Hahaha... maafkan aku. Tidak ada apa apa. Aku bukan menertawakanmu kok, Bells. Maaf.”
Arabella masih tidak mengerti apa yang membuat Lee tertawa begitu geli. “Baiklaah... Jadi, naiad yang mana yang kausukai? Memang benar yang duduk di sebelahmu itu?”
Lee memandangnya dengan tatapan jahil. “Yang kusukai adalah yang duduk di darat.”
“Oh...” Ujar Arabella. Tadi kan yang duduk di darat hanya naiad yang menciumnya itu. Jadi memang benar...
Lee tergelak lagi, Arabella masih tidak mengerti apa yang membuatnya tertawa. “Ya sudah. Ayo kuantar kau kembali ke kabinmu.”

>>>>>>>>>
Lee

“Say you feel the way I do...”
Lee menghentikan lagunya dengan indah dan membuka matanya. Kepalanya masih dipenuhi wajah Arabella. Gadis yang untuknyalah lagu ini dinyanyikannya. 
Lalu tepuk tangan dan sorakan gembira para naiad menyadarkannya. Erato menyerukan sesuatu dalam bahasanya dan mengecup pipinya dengan hangat.  
“Pergilah sekarang dan temui si gadis Aphrodite yang kaumaksud dalam lagu itu, katakan padanya apa yang kaurasakan. Aku dan saudari saudariku sudah menahanmu cukup lama, wahai putra dewa musik.“ Ujar Erato sambil tertawa. “Pergilah sana.” 
Lee tersipu malu dan mengangguk. Erato tertawa lagi dan melambaikan tangannya, kembali ke dasar sungai.
Sambil bangkit Lee memikirkan kata kata yang diucapkan Erato. Katakan apa yang kurasakan...pada Bells...? Lee pernah diberitahu oleh beberapa temannya, bahkan oleh Vala yang baru mengenal Arabella beberapa waktu, bahwa Arabella juga menyukainya. Bahwa dia harusnya mengatakan perasaaannya pada Arabella sejak dulu.  
Tapi, Lee tidak pernah berani.
Lee bukan orang yang pengecut. Dia adalah demigod yang sangat pemberani. Bahkan cenderung nekat. Seperti saat perkemahan mereka diserang oleh para banteng banteng Colchis setahun yang lalu. Lee sendirian menjadikan dirinya umpan saat seorang demigod dari kabin Hermes terluka dan pasti akan dihabisi oleh banteng Colchis tersebut jika Lee tidak mengalihkan perhatiannya. Lee sendiri pasti akan mati terpanggang jika saat itu Percy Jackson tidak datang dan menyabet salah satu taring banteng itu dan membuatnya kehilangan arah. 
Tapi memikirkan harus mengatakan pada Arabella bahwa dia menyayanginya lebih dari seorang teman membuat kakinya gemetar. 
Sambil melamun, dia melangkah menuju jembatan, melewati semak semak yang tumbuh di pinggiran sungai saat dirinya hampir saja tersandung sesuatu. Disibakannya semak itu dan betapa kagetnya ia saat melihat siapa yang duduk di sana. 
“Bells!” ujarnya terperanjat. “Sedang apa kau disini?” tanyanya. Oh, demi dewa dewa, jangan katakan kalau dia mendengar semuanya...
“Eh... aku... aku hanya kebetulan lewat. Lalu aku mendengar seseorang bernyanyi.” Ujarnya.
Lee menatap Arabella dengan panik, udara seolah tersedot keluar dari paru parunya. Apa dia sudah mengetahuinya?Dia mendengarnya? Apa yang dia pikirkan?
Namun bukan Lee jika tidak bisa menampakkan wajah tenang di saat genting. Dia bertanya, “Kau... hanya mendengarku bernyanyi? Kau yakin kau tidak... mendengar sesuatu yang dikatakan Erato?”
Arabella memandang Lee dengan matanya yang indah. “Erato?”
“Naiad yang bersamaku tadi.” Jawab Lee. Mata Arabella memang sangat indah... ya, dia memang sangat cantik...
Lee berusaha memfokuskan pikirannya lagi. Dia mengerjapkan matanya berusaha  hanya memikirkan apa yang Arabella katakan. 
“Tidak.”
Syukurlah dia tak mendengarnya. Desah Lee lega dalam hati. Tapi tunggu, apa memang benar dia tak mendengarnya? Atau dia menyembunyikan sesuatu?
Lee memandang Arabella lagi. Wajahnya cantiknya nampak polos, sedikit kekanakan. Namun dia menggigit bibirnya, apa ada yang salah?
Lee berusaha memandang mata Arabella, memastikan dia tidak menyembunyikan sesuatu. 
Eeh, mungkin sebaiknya dia tidak melakukan itu.
Arabella memiliki mata yang sangat indah, biru jernih bagaikan air yang dalam. Dan bagaikan air dalam, sepasang mata itu bisa menenggelamkan Lee di dalamnya.
Matanya memang sangat indah... Dan di bawah sinar bulan entah mengapa matanya terlihat makin bersinar... Oh, dan dia mengenakan jepit rambutnya yang biasa. Entah mengapa jepit rambut itu selalu membuatnya tampak lebih manis, menurutku. Meskipun dia memang selalu memesona... Lee menatap wajah Arabella lekat, lalu dia tersadar. Ya ampun, apa yang kupikirkan, menatapinya seperti itu? Semoga dia tidak berpikiran yang aneh aneh tentangku.
Lee tertawa gugup. “Eeh, baiklah. Kurasa aku akan tahu juka kau berbohong. Jadi...” Lee memutar otak. Apa yang bisa kukatakan padanya? “Oh ya, bagaimana menurutmu laguku tadi? Eeh... berapa banyak yang kaudengar?”
“Hanya satu.” ujar Arabella. “Itu sangat indah. Maksudku, tentu saja itu indah. Kaulah yang menyanyikannya. Namun seolah... kau benar benar merasakan apa yang kaunyanyikan. Seolah kau memang menyanyikannya untuk seseorang...”
Lee membeku sesaat. Apa dia mengetahuinya? Dia bilang dia tidak mendengar apa yang Erato katakan tapi apa mungkin dia sudah tahu? Tapi... Lee berpikir lagi. Tapi memang apa salahnya kalau dia tahu? Aku... mau bagaimanapun dia akhirnya harus tahu kan? Aku tak boleh jadi pengecut. Jika dia tidak menyukaiku biarlah dia mengatakan begitu.
Lee memandang Arabella dan tersenyum malu, “Memang.” Jawabnya.
Nah, sekarang bagaimana responnya?
“Oh.” ucap Arabella datar. “Eh... untuk naiad yang menciummu tadi?”
Lee memandang Arabella dengan bingung. Naiad yang menciumku? Erato? Kenapa?
Lalu Lee tersadar akan maksud ucapan Arabella itu. Astaga! Pikirnya. Dia tidak tahu jika yang kumaksud adalah dirinya. Dia menyangka itu Erato!
Sekonyong konyong Lee tertawa geli. Demi dewa dewa! Pernyataan cinta pertamaku bahkan tidak disadarinya! Lee tergelak, separuh geli, separuh sedih.
“Apanya yang begitu lucu?” Tanya si polos Arabella dengan bingung.
“Eh, eh... tidak, tidak ada apa apa. Hahaha... maafkan aku. Tidak ada apa apa. Aku tidak menertawakanmu kok, Bells. Maaf.” Lee menghentikan tawanya.
“Baiklah.” Ujar Arabella dengan alis bertaut. “Jadi, yang mana naiad yang kausukai tadi? Memang naiad yang duduk di dekatmu itu?
Karena Arabella tidak menyadari maksud kata katanya, Lee menjadi sedikit senewen. Dia ingin sedikit menggoda Arabella. “Yang kusukai itu yang duduk di darat.” Ujarnya sambil nyengir jahil.
“Oh.” Arabella mengangguk tanpa ekspresi.
Lee jadi makin senewen. Masa dia tidak sadar juga? Jadi dia tidak peduli? Dia benar benar tidak menyukaiku?
Namun akhirnya dia hanya tertawa, “Ya sudah. Ayo kuantar kau kembali ke kabinmu.”
Masih ada kesempatan lain... Pikir Lee.
Andaikan Lee tahu waktunya tak sebanyak itu....

>>>>>>>>>>



Credits for song by Joshua Radin-I'd Rather be With You. 
His voice is amazing. So...nyummy....





Comments

Popular posts from this blog

Siapa Bilang 'Grepe -Grepe' Itu Nggak Baik?

The Lost Chapter of The Lightning Thief

Of Writing and Flexibility