Percy Jackson Fanfiction (Vala Velreya)



PROLOG

KRAAAK! BOOOM!
Percy mengerang. Dia tiba tiba saja terjatuh ke permukaan sebuah tempat berumput hijau yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Percy menggeleng gelengkan kepalanya untuk menjernihkan pikirannya.
“Bangkit, Perseus Jackson.” sebuah suara jernih memerintahkannya.
Percy mengangkat kepalanya dan melihat seorang remaja laki laki berambut pirang dengan pakaian Yunani kuno sedang bersandar di sebuah pohon. Matanya menatap lurus ke arah matahari.
Percy baru saja ingin memperingatkan anak itu bahwa dia akan jadi buta jika melihat matahari langsung seperti itu. Namun dengan segera Percy menyadari siapa yang ada di hadapannya.
“Apollo? Eh, maksud saya Lord, Apollo.” Percy buru buru bangkit dan menghormat padanya. Dia melakukan hal itu dengan kikuk, menyadari bahwa dia tak pernah benar benar tahu hal seperti apa yang pantas dilakukan di hadapan seorang dewa. Mereka benar benar sulit ditebak.
“Anda... mengejutkan saya.”
Apollo tetap diam. Dia mungkin terlihat hanya seperti remaja biasa, oke, remaja super cakep biasa, namun kesedihan di matanya seolah menunjukkan usia aslinya. Yang, kalau kalau kau tak tahu, kurang lebih sih sekitar 3000 tahun.
“Kau mengikuti musiknya.”
“Oh, suara itu? Yah, musik itu memang memanggilku... iya kan?” tanya Percy ragu ragu. Dia mengingat sebuah bunyi yang begitu indah yang seolah menariknya, lalu, tiba tiba saja dia ada di sini. Dia ingat tadi dia berada di tengah tengah kuis Sejarah. Semoga saja Mr. Archy mau berbaik hati dan membiarkannya lulus mata pelajaran itu.
“Tidak benar benar dirimu sih, tapi... yah, kalau dipikir pikir lagi mungkin kau memang orang yang tepat.” Apollo menghela napas dan berubah menjadi seorang pria berusia sekitar 30 tahun. Gerakannya sangat mulus, seperti sebuah gelombang... atau hologram.
“Aku akan memberimu sebuah misi.” ujar Apollo tiba tiba. “Aku membutuhkanmu untuk mengawal seorang gadis dengan selamat ke perkemahan.”
“Bukannya itu tugas para satir, ya?” tanya Percy tanpa berpikir. Kata katanya hampir-hampir seperti dia menolak perintah Apollo. Dan perintah seorang dewa (atau dewi, iya, maaf Athena) tidak boleh ditolak. Kecuali kalau kau mau dewa itu (atau dewi) mengubahmu menjadi sesuatu yang... tidak begitu menyenangkan.
Percy kira Apollo akan mengubahnya menjadi seekor hewan ternak atau bahkan sesuatu yang lebih buruk daripada itu namun dia hanya menghela napas lagi dan menatap Percy tepat di matanya.
“Ini kasus yang istimewa. Aku ingin kau mengawal putriku. Aku ingin kau melindunginya dan membawanya dengan aman ke perkemahan.” tegas Apollo.
“Err... aku masih sedikit bingung...”
“Baiklah, kuanggap pernyataanmu sebagai persetujuan.” potong Apollo. “Aku akan menjelaskan tentang misi ini kepadamu.”
Apollo melambaikan sekilas tangannya dan dua kursi yang terbuat dari emas padat muncul tiba tiba. Pikiran pertama yang muncul di kepala Percy adalah, 'Astaga, kalau aku harus duduk di kursi itu selama Apollo bercerita, semoga ceritanya tak begitu panjang atau bokongku akan serata jalan raya di Manhattan.'
Namun untunglah, kursi emas itu, anehnya, terasa cukup nyaman.
Apollo memulai ceritanya, “Kau harus membawa putriku, Vala, ke perkemahan. Usianya 11 tahun. Dia berambut coklat, dengan mata hijau terang dan tinggi sekitar 5 kaki. Dia mengenakan sepasang cincin emas kembar. Dia tinggal di Toledo, namun saat ini kurasa kau bisa menemukannya di sekitar hutan Rothrock State, dia sudah memulai perjalanannya ke Long Island. Namun dia sendirian dan dia masih belum terlatih. Kau harus bersegera.”
“Ehm, bukannya aku tak menghormatimu atau semacamnya... tapi, sebagai seorang dewa, apa kau nggak bisa memberikan sebuah foto atau sesuatu yang lebih spesifik? Supaya, kau tahu, aku takkan salah orang.”
Apollo memandang Percy dengan sorot mata mengerikan, seolah Percy baru saja mengatakan sesuatu yang kasar. Sekali lagi, Percy yakin dirinya akan diubah menjadi sesuatu yang mengerikan. Tapi lalu wajah Apollo melembut.
“Kau telah menerima misi ini dalam waktu yang sangat singkat. Kurasa kau berhak mengetahui fakta faktanya.” ujar Apollo. “Yah, singkatnya, aku jatuh cinta pada seorang manusia bernama Kenna Velreya, 12 tahun yang lalu. Kami mendapatkan sepasang kembar. Zala dan Vala. Tapi seperti yang kau tahu, meskipun aku selalu berusaha untuk membantu kehidupan mereka, aku tak pernah bisa tinggal... Kenna-ku meninggal 7 tahun setelah kedua putri kami lahir. Aku terus memperhatikan kedua putriku sebisa mungkin. Aku menemui putriku yang lebih tua, Zala, segera setelah Kenna meninggal dan memintanya untuk menjaga adiknya. Aku menyediakan uang, makanan, apapun yang mereka butuhkan. Namun hanya aku dan Zala yang tahu soal hal ini -- juga Hermes, karena aku beberapa kali minta tolong padanya untuk menggantikanku menemui Zala saat aku sibuk-- karena semakin sedikit yang mengetahui soal kedua putriku, semakin kecil kemungkinan Zeus akan mengetahuinya. Jadi Vala menjalani hidupnya dengan normal.... atau senormal mungkin yang bisa dijalani seorang demigod.”
Apollo menghela napas, “Kukira aku bisa menyembunyikan mereka di Toledo, paling tidak hingga usia mereka 12 tahun. Namun kemarin malam... kemarin malam, sesuatu yang mengerikan terjadi. Putri tertuaku, Zala... dia terbunuh oleh seekor monster. Budak terkutuk Python itu...” Apollo menggertakkan giginya. “Aku akan mengurus monster itu nanti, namun sekarang, hal utama dulu. Vala saat itu selamat karena dia tak mengetahui kebenaran tentang dirinya. Pada saat saat terakhirnya Zala masih tak memberitahukan kebenarannya, untuk melindungi saudari kembarnya. Zala hanya memberi tahu Vala untuk pergi ke sebuah perkemahan di Long Island. Dia berkata Vala akan aman di sana. Dan Vala pun pergi. Dia sekarang dalam perjalanan ke Long Island seperti yang sudah kukatakan, namun para monster mulai merasakannya. Dia sangat kuat, bahkan lebih kuat dari saudarinya, namun dia begitu muda, tak terlatih, sedih, sendirian... aku dapat melihat dia akan menjadi sosok yang amat penting di masa depan dan aku mengkhawatirkannya.”
Percy mendengarkan kisah Apollo dalam diam, yang merupakan kejadian langka. “Aku akan menemukannya dan mengawalnya dengan aman ke perkemahan.” ujar Percy. Dia tak menyukai perkataan terakhir Apollo. Entah bagaimana hal itu terdengar seolah Apollo peduli pada putrinya hanya karena dia akan berperan penting di masa depan. Tapi Percy juga tak bisa membiarkan Vala berusaha sendirian menemukan jalannya. Dia membutuhkan bantuan.
Apollo tahu apa yang dipikirkan Percy, yah, dia kan dewa ramalan bagaimanapun juga. Tapi dia tak mengatakan apapun tentang hal itu.
“Baiklah, aku tak bisa membantu banyak karena aku sudah dalam masa percobaan –Zeus sudah tahu soal kedua putriku-- namun kau bisa ambil ransel ini. Aku punya perasaan bahwa kau akan membutuhkannya. Dan... putra Poseidon.”
Percy menoleh, “Iya, tuan?”
“Aku bergantung padamu.”
Bersamaan dengan perkataan Apollo itu, Percy tiba tiba saja berdiri di sebuah tempat yang sangat berbeda. Sebuah stasiun kereta bawah tanah.
“Perhatian kepada seluruh penumpang kereta menuju Pennsylvania, kereta akan berangkat dalam 5 menit.” sebuah suara mengumukan dari pengeras suara.
Percy merogoh ransel pemberian Apollo dan menemukan sebuah tiket ke Pennsylvania. Di berpikir mungkin dengan restu seorang dewa matahari perjalanannya takkan begitu sulit.
“Baiklah, mari berangkat.”
>>>>>>>>>


Popular posts from this blog

Siapa Bilang 'Grepe -Grepe' Itu Nggak Baik?

The Lost Chapter of The Lightning Thief

Rick Riordan's The Kane Chronicles