Percy Jackson Fanfiction : Moonlace



Arabella
Arabella menyeret langkah perlahan tanpa seberkas semangat hidup dalam dirinya. Saat itu sudah sore, dan Arabella menghitung hari yang dilaluinya sejak kepergian Lee dengan rasa sakit. Dia tak pernah bisa, tak sekalipun, tak semenitpun dia lalui tanpa memikirkan tentang Lee.
Arabella amat sangat merindukan Lee.
Arabella berjalan terseok tanpa arah. Dia tahu sebentar lagi makan malam akan dimulai, namun dia tak merasa berselera. Dia tak pernah lagi mengikuti acara api unggun dan bernyanyi bersama sejak Lee gugur. Arabella tak tahan. Dia tak tahan melihat anggota kabin 7 yang selalu memimpin acara api unggun dan bernyanyi bersama. Dia tak tahan melihat mereka tak dipimpin Lee. Lee yang dulu selalu ada di baris terdepan dan tersenyum sehangat api unggun. Melihat mereka tanpa Lee seolah olah menegaskan, menjejalkan fakta itu ke bawah hidungnya, bahwa Lee sudah tiada.
Tentu saja teman temannya selalu berusaha mengajaknya. Seperti Silena, Lacy, Vala. Namun mereka tak mampu berkata apa apa saat Arabella sudah mengungkit ungkit lagi soal Lee.
Drew masih sempat menemukan waktu untuk menggosipkannya. Soal dirinya yang membawa kesialan bagi Lee-lah atau apa. Namun Silena yang mendengar Drew langsung menindaknya. Dia hampir saja menampar Drew kalau yang lain tidak menahannya. Akhirnya Silena hanya mengucapkan beberapa kalimat tajam yang membuat wajah Drew memerah dan mengirimnya berderap pergi.
Langkah Arabella membawanya ke suatu tempat yang tak asing. Dia berjalan mendekati tepi sungai tempat para naiad biasa meminta Lee agar bernyanyi untuk mereka.
Arabella seolah masih bisa melihat sosok Lee yang duduk mencakung di tepi sungai. Gitar di tangannya, matanya terpejam karena sangat menikmati musiknya, suarannya yang merdu memenuhi udara...
Oh, Aphrodite yang agung, betapa Arabella merindukannya.
Arabella menjatuhkan dirinya di tempat yang biasa Lee duduki. Dicengkeramnya rumput rumput yang tumbuh di sekeliling tempat itu. Arabella ingin berteriak marah. Dia ingin menjarit keras keras dan mengatakan betapa hidupnya terasa hampa pada Lee. Dia ingin berteriak pada ibunya, menanyakan kenapa ia begitu tega dan kejamnya memisahkan dirinya dari Lee.
“Oh, Ibu, Aphrodite sang dewi cinta yang mulia!” bisiknya gemetar. “Jika cinta sejati memang nyata...jika hal itu memang nyata... biarkanlah aku merasakannya...”
Perlahan, Arabella bangkit dan bersiap melemparkan dirinya ke danau. Memejamkan matanya erat erat dan menguatkan dirinya.
“Kurasa Lee takkan suka jika kau mengakhiri hidupmu sendiri seperti itu.”
Arabella membuka kedua matanya dan melihat seorang naiad. Rambutnya coklat panjang dikepang, basah karena air. Matanya yang bening nyaris tak berwarna itu memandang Arabella dengan tatapan yang ramah. Naiad itu mengangkat dirinya ke tepi danau, duduk di sisi Arabella yang berdiri.
“Kau Erato.”
“Dan kau Arabella.”
“Kau tahu namaku...”
“Tentu. Lee juga cerita tentangmu padaku, sama seperti kau yang juga mendengar tentangku darinya.” Arabella berjengit sedikit saat mendengar nama Lee disebut, namun Erato tersenyum dan menepuk tempat kosong di sampingnya. “Duduklah.”
Dengan agak ragu ragu Arabella menempatkan dirinya di tempat yang ditunjukkan Erato.
“Jangan takut, aku takkan menggigit.” Erato tertawa kecil. “Hiasan yang bagus.”
“Eh?”
“Jepitan rambutmu. Benda yang Lee hadiahkan untukmu, gadis kecil asing yang ditemuinya bertahun tahun lalu.”
Arabella berjengit mundur beberapa langkah. Tak ada yang tahu tentang hal itu. Dia tak pernah menceritakannya pada siapapun. Arabella pikir Lee juga tidak ingat lagi dengannya, maupun jepitan pemberiannya. Namun... bagaimana Erato bisa tahu?
“Kami para arwah sungai mendengar banyak bisikan, wahai putri Aphrodite. Namun tak ada niatan kami untuk menyakitimu. Lee yang menceritakannya kepadaku. Dia menceritakan banyak hal padaku yang bahkan tak diceritakannya pada adik kecilnya sang putri Mentari. Terutama sekali dia banyak bercerita tentangmu.”
Arabella tak mampu berkata apa apa. Pertama, naiad ini begitu ramah padanya dan menyikapi kehadirannya seolah seperti teman lama saja. Lalu, tentang hal hal yang diketahuinya tentang Lee, betapa Lee amat mempercayai naiad ini. Juga tentang kata kata naiad itu, bahwa Lee banyak bercerita tentangnya. Terutama tentangnya.
“A-apa yang diceritakannya?”
“Oh, banyak hal. Hal hal biasa. Kebanyakan cuma kata kata manis tak berarti tentang tingkahmu atau apa yang kau katakan padanya. Lee itu kadang sangat konyol, tapi aku tak keberatan mendengarkan karena dia akan bernyanyi untukku sebagai gantinya.”
Erato menatap wajah Arabella yang memerah dengan lekat. “Nah, Blasteran kecil, kau memang bukan anak Athena, tapi kuharap kau cukup bijak untuk mengetahui bahwa mengakhiri hidupmu sendiri sama sekali bukan jawaban. Aku tak bisa di darat berlama lama. Saudari saudariku juga sudah menunggu. Alasanku di sini hanya untuk mencegahmu bertindak bodoh, setidaknya aku bisa melakukan itu untuk Lee...” Erato menghela napas. “Sekarang kembalilah ke tempat peristirahatanmu, Blasteran. Dan tidurlah dengan nyenyak.”
Setelah mengucapkan kata kata terakhirnya, Erato menceburkan diri ke danau dan meninggalkan Arabella sendiri yang dengan gontai berjalan kembali ke kabinnya.
“Arabella!Bella!” Terdengar suara yang memanggilnya. Arabella menoleh dan melihat Vala terengah berlari ke arahnya.
“Apa kau baik baik saja? Kau tak apa? Para naiad memberi tahuku, katanya kau mau melompat ke danau tadi...”
“Bukan urusanmu.” Arabella menyentakkan tangan Vala.
“Bells...”
“Jangan!” Arabella membalikkan tubuhnya pada Vala dengan cepat dan mengacungkan telunjuknya ke arah putri Apollo itu. “Jangan-pernah. Sekalipun. Memanggilku dengan nama itu. Mengerti?”
Vala nampak sangat kaget, namun berhasil mengangguk.
“Tinggalkan aku sendiri.” ujar Arabella menahan tangis. Saat dilihatnya Vala masih ragu untuk meninggalkannya, dia berseru, “Kubilang tinggalkan-aku-sendiri!”
Vala akhirnya menuruti perintahnnya. Berjalan ke arah kabin meninggalkannya.
Arabella butuh waktu sendirian. Dia ingin mengatur perasaannya dulu. Cara Vala memanggil Arabella tadi, bagaimana dia menggunakan panggilan 'Bells'... semua itu mengingatkan Arabella pada Lee.
Dan seluruh ingatan tentang Lee masih membuatnya sakit.
>>>>>>>>>
Vala
Vala rindu pada Lee.
Dia baru mengenal Lee beberapa bulan saja, namun waktu sesingkat itu cukup untuk membuat Vala menyayangi kakak seayahnya itu.
Sikapnya yang hangat dan ramah, senyumnya yang menawan dan menenangkan, pribadinya yang membuat siapapun nyaman berada dekat dengannya...
Vala tidak sadar betapa dia sudah amat terikat dengan itu semua hingga ajal menjemput Lee.
Vala juga merasa dirinya bersalah atas kematian Lee. Dirinya saat itu sudah merasakan bahwa akan ada sesuatu yang buruk akan terjadi pada Lee, namun dia tak segera mencegah hal itu terjadi. Dia memang bodoh, apa gunanya dia datang pada Lee jika akhirnya dia justru tak bisa melindungi kakaknya itu.
Selain itu, Vala juga merasa amat bersalah pada Arabella. Dia berjanji pada Arabella untuk menjaga Lee, namun ternyata dirinya tak mampu. Dirinya tak mampu memenuhi janji yang dibuatnya pada Arabella.
Melihat keadaan Arabella saat ini Vala merasa hatinya seolah diiris iris.
Setelah mendengar soal Arabella yang mencoba menenggelamkan dirinya sendiri di danau, Vala tahu dia harus melakukan sesuatu. Dia tak boleh lagi tinggal diam. Tapi apa yang bisa dilakukannya?
Lalu tiba tiba sebuah ide muncul di kepala Vala.
Lee sudah meninggal.
Dia sudah menjadi arwah.
Dan Vala mengenal satu satunya orang yang bisa memanggil arwah.
Memanggil Lee.
Semoga Vala bisa membuat satu pertemuan lagi antara Arabella dengan kakaknya. Dan semoga hal itu bisa membantu keduanya. Arabella bisa melepaskan Lee pergi dengan tenang. Arwah Lee juga bisa beristirahat tanpa terusik. Dan Vala bisa merasa rasa bersalahnya berkurang.
Vala harus segera menghubungi Nico di Angelo.
>>>>>>>>
Arabella
Ah, Bella! Akhirnya kau datang juga!” jerit Lacy sambil menarik Arabella masuk ke dalam kabin 10.
A-apa yang...”
Kau menda...”
Ssh, diamlah, Lacy.” ujar Silena sambil menekap mulut Lacy. Wajahnya tersenyum, tak mampu berpura pura marah. Sepertinya terjadi sesuatu yang lumayan mengejutkan.
Ada apa?”
Pergilah ke tempat tidurmu.” ujar Silena dengan agak misterius. Semua anggota kabin 10 berbisik bisik semangat sambil menatap ke arah Arabella dan juga tempat tidurnya.
Apa lagi sekarang? Pikir Arabella lelah. Tanpa semangat Arabella berjalan menuju tempat tidurnya berada.
Di atas tempat tidurnya tergeletak seonggok benda berkilauan berwarna putih keemasan. Saat Arabella mendekatinya dia menyadari bahwa onggokan itu adalah kain. Sebuah gaun. Sebuah gaun berwarna putih-keemasan yang berkilauan lembut.
Milik siapa gaun ini?”
Milikmu!” pekik Lacy girang. “Hadiah dari ibu. Dia juga meninggalkan pesan untukmu di kartu itu. Ayo baca! Baca!”
Arabella tertegun. Hadiah dari ibunya? Sebuah gaun? Untuk apa? Dansa perayaan 4 Juli? Memangnya ibunya pikir Arabella akan pergi? Apakah ibunya masih saja tak puas sesudah merenggut Lee begitu saja dari Arabella? Apakah Arabella masih saja harus menjadi bahan olok-olokan sang dewi cinta?
Aku tak membutuhkan gaun ini.”
Bella, itu adalah hadiah. Kau harus menerimanya. Lagipula kau belum membuka kartu dari ibu. Bacalah itu dulu.” ujar Silena tenang sambil menyentuh lembut pundak Arabella.
Arabella mendengus, “Memang apa isinya? Ramalan cinta? Apa semua mendapatkan kata kata yang sama?”
Bella.” ujar Silena. “Hanya kau yang mendapat hadiah dari ibu.”
Arabella terdiam. Hanya dirinya? Saudara saudaranya tak mendapatkan hadiah juga? Bagaimana mungkin...
Tiba tiba sengatan rasa bersalah menghampirinya. Pantas saja dari tadi mereka semua berbisik bisik sambil memandanginya. Aphrodite tidak memeberikan hadiah pada mereka. Dia hanya memberikan hadiah pada Arabella. Hanya Arabella seorang. Entah apa maksudnya.
Namun apapun maksud ibunya, Arabella tak boleh bersikap seperti ini. Kesempatan bagi seorang demigod untuk mendapatkan hadiah dari orang tua dewa mereka sangat kecil. Apalagi untuk kabin 10 yang memiliki banyak anggota. Arabella tak boleh bersikap seenaknya dengan tidak menghargai hadiah dari ibunya. Dia harus setidaknya berpura pura berterima kasih.
Oh... baiklah. Akan...kubaca, pesannya.” ujar Arabella sambil beranjak, bermaksud untuk menemukan privasinya.
Oh, oh, bacalah di sini! Kau tahu, kan jarang diantara kita ada yang mendapatkan hadiah dari ibu....”
Arabella sebenarnya ingin memprotes. Ini kan hadiahnya, terserah padanya untuk membukanya kapan dan di mana. Namun pandangan Lacy yang memelas meluluhkannya.
Baiklah.” ujar Arabella sambil meraih amplop di atas lipatan gaun itu. Saat mengambil amplop tangannya bersentuhan dengan bahan gaun itu.
Halus sekali. Pikir Arabella. Tapi bukan satin maupun sutra.
Saat membuka amplop itu Arabella samar samar dapat mencium aroma mawar yang hanya tumbuh di Olympus. Pesanan khusus ibunya. Bau itu merupakan semacam tanda tangan bagi Aphrodite.
Isi amplop itu hanya sehelai kartu berwarna semburat merah muda yang ditulis dengan tulisan indah melingkar lingkar berwarna marun.
dokimeV kai oi qusieV einai
mono skalia gia na ftasete stin koryfh
Bahasa Yunani, pikir Arabella. Jika dibaca kurang lebih adalah;
Dokimés kai oi thysíes einai
móno skaliá gia na ftásete stin koryfi
Dan Arabella sama sekali tidak senang saat mengetahui artinya;

Ujian dan pengorbanan hanyalah
anak tangga untuk mencapai puncak.
Memangnya ibunya tahu bagaimana perasaan Arabella? Setelah membuat Arabella jatuh cinta pada Lee dan kemudian merenggut Lee begitu saja, hanya ini yang bisa dia katakan?
Sudah cukup. Arabella sudah muak. Masa bodoh soal gaun dari ibunya. Arabella toh tak akan pernah menggunakannya. Tak akan.
Arabella meremas kartu di tangannya. “Tinggalkan aku sendiri.”
Bella...”
Tinggalkan aku!”
>>>>>>>>>>
Vala
Aku mau pinjam kolam air asinmu.”
Apa? Buat apa sih?”
Vala mendengus kesal. Percy kadang kadang memang lemot sekali. Iya sih Vala akui dia memang tiba tiba saja menyerbu kabin Percy (yang dia tinggali sendiri sebagai satu satunya putra Poseidon) dan nyaris menjatuhkan Percy dari kasur. Tapi masa dia sudah tidur sih jam segini? Percy memang terlalu.
Untuk berenang malam hari.” Percy nampak sangat kaget dan sudah membuka mulut hendak memprotes. “Demi dewa dewa, Otak Ganggang! Tentu saja untuk membuat pesan Iris! Saat ini sudah malam dan aku tak tahu lagi di mana bisa menemukan sumber pelangi. Aku harus menghubungi seseorang sekarang juga.”
Percy sudah sepenuhnya terjaga sekarang, “Memangnya siapa yang mau kau hubungi malam malam begini?”
Vala berdecak, “Memangnya itu penting? Ayolah, Kak. Kumohon, boleh ya? Ya?”
Tentu saja itu penting!. Kau menyelinap ke kabinku malam malam memohon untuk menggunakan kolam air asinku untuk membuat pesan Iris. Tentu saja aku harus tahu siapa yang kau hubungi dan untuk apa!”
Vala memutar mata. “Kau itu kadang bawel sekali seperti ibu ibu, tahu nggak?”
Oh, lihat siapa yang bicara.”
Oke, oke. Aku tahu posisiku nggak menguntungkan.” Vala menarik napas. “Aku ingin menghubungi Nico di Angelo. Aku bermaksud untuk... untuk memintanya memanggil seorang arwah.”
Percy tercengang untuk sesaat lalu memandang Vala lekat. “Kau bermaksud memanggil Lee Fletcher?” tebaknya.
Oh, Perce, ini nggak seperti yang kau pikirkan-Sssh! Biarkan aku bicara dulu!” Vala menekap mulut kakak angkatnya yang sudah membuka, hendak memprotes. “Ini bukan untukku... tapi untuk Arabella.”
Percy melepaskan tangan Vala dari mulutnya. “Arabella?... oh, gadis Aphrodite itu. Memangnya kenapa... oh, mereka. Aku mengerti. Lee dengan Arabella. Jadi kau ingin menyuruh Nico memanggil arwah Lee karena gadis itu... oh, aku mengerti.”
Senang sekali akhirnya sel sel kelabu di otakmu itu bekerja. Aku sudah buang waktu terlalu banyak. Sekarang, boleh kupinjam?”
Percy mengangguk dan mengarahkan Vala ke sebuah kolam air mancur kecil dari batu abu abu yang di dasarnya terdapat tumpukan drachma emas. Air mancur itu membentuk seriak pelangi.
Vala mengambil sebuah drachma emas dan berdoa, “Wahai dewi Iris, penguasa pelangi, terimalah persembahanku dan tunjukkanlah Nico di Angelo padaku.”
Dilemparkannya drachma itu ke riak pelangi. Pelangi itu bergelombang sesaat, menelan drachma emas yang dilemparkan Vala. Untuk sesaat tak ada yang terjadi. Namun tak lama pelangi itu bergelombang lagi dan memuntahkan drachma emas Vala.
Subjek pesan tidak ditemukan atau tidak dapat dihubungi. Silakan coba lagi dengan alamat yang lebih spesifik.”
Apa...” Percy terbelalak. “Apa apaan tuh? Mereka punya layanan seperti itu juga? 'Hubungi lagi setelah beberapa saat atau tinggalkan pesan setelah bunyi BIP'. Apa kita juga bisa merekam pesan suara dan mengalihkan panggilan saat sedang sibuk menjalankan misi?”
Nggak lucu.” ujar Vala, namun bibirnya menahan tawa. “Dan harusnya aku yang mengatakan itu. Berhentilah meniru gaya bicaraku. Pertanyaannya sekarang, adalah bagaimana caranya menghubungi Nico?”
Percy mengangkat bahu, “Aku juga bakal mengatakan hal yang kurang-lebih sama kok. Tapi mungkin versi pendeknya ya.”
Oh, diamlah, Otak Ganggang.” Vala mengetuk ngetukkan jemarinya dengan cepat ke batu abu abu yang menyusun kolam air mancur itu. Tiba tiba kepala Vala menegak.
Bandulku!”
Apa? Sejak kapan kau pakai bando?”
Bandul, Rumput Laut. Bandul! Bandul matahari milik ibuku yang diberikan pada Zala lalu diberikan padaku lalu kuberikan pada Nico sebelum dia meninggalkan perkemahan beberapa hari yang lalu!” seru Vala.
Oke, oke. Demi dewa dewa, kau ini nggak tahu yang namanya bernapas ya?” Percy menggeleng gelengkan kepalanya. “Jadi apa yang harus kulakukan?”
Diam saja.” jawab Vala enteng sambil mengambil drachma emas lagi dan melemparkannya pada riak pelangi. “Wahai Iris, dewi pelangi, terimalah persembahanku dan tunjukkanlah Nico di Angelo padaku. Tempatnya berada adalah tempat di mana cahaya ini juga bersinar.”
Vala mengulurkan tangannya ke depan pelangi. Cincin di tangannya bersinar keemasan.
Riak pelangi itu bergelombang dan menerima drachma emas yang dilemparkan Vala. Tak lama, sebuah gambar mulai terbentuk. Sesosok anak laki laki dengan pakaian serba hitam dan sesuatu yang bersinar di sakunya.
Nico!” panggil Vala girang.
Anak lelaki itu menoleh dengan terkejut. “Vala? Bagaimana kau bisa melacakku?”
Bandul itu.” tunjuk Vala. “Maafkan aku. Bukannya aku bermaksud untuk memata mataimu atau apa, tapi aku butuh pertolonganmu. Bisakah kau datang ke perkemahan, sesegera mungkin?”
Apa yang terjadi?”
Aku butuh kau untuk memanggil arwah kakakku.”
--------------
Yah, setidaknya kali ini kita tak menggunakan coca-cola dan paket Happy Meal Kids. Tapi apakah menurutmu lubangnya sudah cukup dalam? Maksudku, lubang terakhir itu kan lubang septic tank.”
Nico memelototi Percy. “Aku tahu apa yang kulakukan.”
Vala menyikut Percy. “Oke, oke, maaf. Silakan lanjutkan.”
Nico menarik napas dan menuangkan Diet Coke dan melemparkan tumpukan roti ke lubang yang dibuatnya dan Percy lalu mulai berkomat kamit. Vala hanya bisa mendengar awal kata katanya yang menggunakan bahasa Yunani.
Biarkan yang mati mengecap lagi. Biarkan mereka bangkit dan menerima sesaji ini. Biarkan mereka mengingat.
Sisa kata kata yang dirapalkan Nico berupa beberapa hal mengenai orang mati, kenangan, masa kebangkitan dari kubur dan hal-hal yang menyenangkan semacam itu. Vala sudah pernah melihat Nico memanggil arwah sebelumnya. Hal itu masih membuatnya ngeri.
Setelah beberapa saat udara terasa semakin dingin dan Vala menyadari suara hewan hewan malam menghilang. Kabut menebal di sekitar mereka dan sosok sosok mulai bermunculan dari balik pepohonan.
Halau mereka.” gumam Nico di sela sela rapalannya. Wajahnya yang pucat bertambah sedikit pucat.
Vala dan Percy menghunuskan pedang mereka. Menghalau arwah arwah agar tidak mendekat. Hanya Lee yang boleh memakan sesaji yang mereka sediakan.
Vala merasa bingung. Bagaimana mereka tahu yang mana Lee di antara sosok sosok kelabu itu? Terakhir kali, arwah Bianca di Angelo berpendar sedikit lebih terang dibandingkan dengan arwah arwah lainnya. Namun bagaimana mereka menentukan yang mana Lee? Tak nampak satu pun arwah yang berpendar lebih terang di antara arwah arwah tersebut.
Seolah menjawab pertanyaan Vala, sesosok arwah mendekat. Pendarnya lebih terang dari yang lain dan samar samar, Vala yakin dapat melihat busur kakaknya yang tersampir di punggungnya serta pedang yang tergantung di sisinya.
Itu Lee!” pekik Vala tertahan.
Percy mengangguk dan menghalau beberapa arwah lain yang menghalangi arwah Lee untuk mendekat ke lubang sajian.
Arwah itu berlutut dan minum dari lubang yang berisi sajian. Saat bangkit tubuhnya sudah memadat dan menjadi sosok Lee Fletcher.
Lee...” Vala tercekat.
Halo, adik kecil.” Lee tersenyum dan memeluk Vala yang tergugu. Air mata sudah menggenang di mata Vala.
Percy menarik napas tajam. “Kau-kau padat... maksudku, kau nyata. Biasanya sesosok arwah kan...”
Sebagian jiwanya masih terikat di sini.” Nico mengangguk datar. “Jarang terjadi, setahuku. Nampaknya dia memang harus menyelesaikan urusannya di sini dulu.”
Lee melepaskan pelukannya, namun tangannya masih melingkar di pundak Vala. Dia memandang ke arah Nico sambil tersenyum. “Terima kasih atas bantuanmu, eh...”
Nico. Nico di Angelo.”
Ya, maaf. Nico di Angelo. Aku memang masih memiliki urusan yang belum selesai di sini. Aku tak bisa tinggal sebagai arwah di sini namun perahu Charon juga tak mengizinkanku naik. Aku harus menyelesaikan urusanku dulu di sini... selain itu, sang dewi juga menguatkan keberadaanku. ”
Nico mengangkat bahu. “Tak masalah. Tapi apa maksudmu dengan...”
Terima kasih juga karena telah membantu Vala, Percy.” Lee beralih ke arah Percy.
Sudah seharusnya, kawan. Aku sangat menyesal...” Percy menyalami tangan Lee erat erat.
Jangan menyesal. Ini memang sudah takdirku. Aku tak keberatan. Hanya saja, ada hal yang harus kuselesaikan terlebih dahulu.” Lee mengangkat bahu dengan santai. “Dan juga, aku titipkan Vala padamu ya. Tolong jaga dia.”
Pasti.” jawab Percy.
Hey, aku berdiri tepat di sini loh.” protes Vala. “Memangnya aku bayi, butuh dititpkan segala?” gumamnya.
Lee dan Percy tertawa. “Baiklah, aku berterima kasih atas bantuan kalian, namun aku harus segera menyelesaikan urusanku di sini. Dan aku harus menyelesaikan ini sendiri.” Lee kembali serius.
Vala mengangguk. “Kami mengerti. Ada lagi yang bisa kulakukan untukmu?”
Lee memiringkan kepalanya sedikit dan tersenyum kecil. “Tolong panggilkan Bells. Suruh dia datang ke tepi sungai dan pastikan dia menggunakan gaun pemberian ibunya. Oh, dan berikan ini padanya jika dia merajuk...”
>>>>>>>>
Arabella
Bella...”
Tidakkah aku minta untuk ditinggalkan sendiri? Tolonglah. Kumohon. Aku butuh sedikit kesendirian.”
Silena mendekat dan menyentuh pundak Arabella dengan lembut. Arabella masih tetap menggulung dirinya, menghadap ke tembok. “Vala mencarimu. Sepertinya ada sesuatu yang mendesak. Dia meminta untuk bertemu denganmu.”
Suruh dia mencariku besok saja.”
Bella, kau tahu Vala. Dia takkan mengganggumu di saat seperti ini kecuali urusannya memang benar benar penting.”
Arabella mendesah dalam hati. “Baiklah, suruh saja dia masuk.” ujarnya setengah hati.
Arabella mendengar Silena bangkit dan berjalan menjauh. Tak lama, Arabella mendengar seseorang datang.
Bella?”
Ada apa kau mencariku? Aku tidak sedang dalam kondisi yang baik.” ujar Arabella sambil masih menghadap ke tembok.
Pakai gaun pemberian ibumu dan segeralah pergi ke tepi sungai.” ujar Vala tegas. Arabella belum pernah mendengar Vala berkata dengan suara yang begitu tegas dan memerintah padanya seperti sekarang. Mau tak mau Arabella membalikkan tubuhnya dan duduk tegak.
Pakai gaun pemberian ibumu, lalu pergilah ke tepi sungai. Cepatlah.” ulang Vala lagi. Namun kini Arabella bisa melihat seulas senyum di wajah Vala.
Lalu? Apa yang harus kulakukan setelah itu? Melompat ke sungai dengan menggunakan gaun itu? Menjadikannya sebagai pemberat agar aku mudah tenggelam?”
Kening Vala berkerut. “Kalau yang kau maksud adalah gaun yang itu, kurasa itu takkan banyak membantu sebagai pemberat. Bahannya terlihat sangat ringan. Kalau kau ingin menggunakan gaun sebagai pemberat, kusarankan model gaun tahun 1880-1890.”
Oh, jadi kau memang bermaksud menyuruhku menenggelamkan diri?”
Aku hanya menimpali ucapanmu. Apa yang ingin kau lakukan sih bukan urusanku. Tapi lakukan itu setelah kau pergi ke tepi sungai dengan gaun pemberian ibumu.” tantang Vala sambil mengangkat bahu cuek. “Oh, dan gunakan ini juga.”
Tangan Vala mengayun ayunkan semacam mahkota yang dibuat dari rangkaian bunga bunga kuncup berwarna putih. Sebelah alis Vala naik dan matanya berkilat geli. “Sepertinya cocok dengan desain pinggang gaunmu. Ibumu memang sudah merancangnya khusus untukmu ya.”
Berbagai pikiran melintasi kepala Arabella. Dari mana dia mendapatkan rangkaian bunga itu? Apakah itu... jangan jangan... oh, mungkinkah?...
Tepi sungai mana tepatnya?” tanya Arabella hati hati, berusaha menahan gejolak perasaannya.
Vala mengangkat sebelah bahunya. “Dia bilang kau akan tahu.”
-----------
Arabella berlari secepatnya. Dia merasa belum pernah berlari secepat itu seumur hidupnya. Saat tiba di tepi sungai tempat Lee biasa bernyanyi untuk para naiad, dia berhenti dengan terengah engah. Vala benar, gaunnya sangat ringan. Sama sekali tidak menghalanginya saat berlari tadi.
Arabella menurunkan gaun yang diangkatnya selagi berlari tadi. Gumpalan awan yang menutupi cahaya bulan sejak tadi perlahan mulai berarak pergi. Sinar bulan jatuh ke rangkaian bunga yang terpasang di kepala Arabella. Perlahan, bunga bunga itu mekar seperti adegan yang dipercepat. Kelopak kelopaknya terbuka dan terbentuk seperti bintang. Warnanya yang saat kuncup hanya putih sederhana kini bersinar keperakan.
Bersamaan dengan mekarnya bunga di rangkaian mahkota Arabella, pepohonan di sisi Arabella juga mulai bersinar keperakan. Saat Arabella memperhatikan, pepohonan itu sudah digantungi ratusan bunga berbentuk bintang keperakan. Tidak hanya pepohonan, di rumput sekitar Arabella, di permukaan sungai, semua dipenuhi oleh bunga bunga itu.
Arabella menatap sekelilingnya dengan wajah penuh air mata. Tidak mungkin... tidak mungkin... semua ini... semua bunga ini...
Moonlace.
Bunga yang hanya tumbuh di sebuah kebun kecil tak terawat dekat rumahnya, bertahun tahun lalu. Bunga yang mempertemukan Aphrodite dengan ayahnya.
Juga yang mempertemukannya dengan Lee.
Seluruh pemandangan ini mengingatkannya akan bertahun tahun lalu saat dia pertama kali bertemu dengan Lee.
Apakah ini semua mengingatkanmu akan sesuatu?”
Arabella menoleh, dan disanalah dia. Sang putra Apollo. Berdiri dengan santai sambil menyandar ke sisi jembatan. Rambut pirangnya bersinar keemasan dan mata birunya secerah yang bisa Arabella ingat. Lee Fletcher. Lee Fletcher-nya. Berdiri di sana. Begitu dekat. Begitu dekat dengan jangkauannya.
Namun, Arabella khawatir. Dia takut, jika dia meraihnya, maka Lee akan menghilang. Semua ini akan menghilang. Dia akan terbangun dan sadar bahwa ini semua hanyalah mimpi.
Lee...” hanya itu kata kata yang bisa keluar dari mulutnya.
Hai, Bells...”
Arabella hanya terpaku dan berdiri di tempatnya sambil menatap Lee. Sambil tertawa kecil, Lee berjalan melintasi jembatan mendekati Arabella. Dia terus berjalan hingga mereka berdiri berhadapan. Arabella bisa saja mengulurkan tangannya dan menyentuh Lee. Namun dirinya takut, dia terlalu takut. Dia terlalu takut akan merusak mimpi yang terlalu indah untuk jadi nyata ini.
Bells?... tidakkah aku dapat ucapan sambutan? Atau mungkin sedikit pelukan?” canda Lee.
Kau... kau seharusnya sudah mati...” Arabella tak mampu mengatakan hal lain.
Wajah Lee berkerut sedikit, “Ya, memang. Aku memang sudah mati, Bells. Namun aku belum bisa pergi ke Dunia Bawah. Perahu Charon tak membiarkanku masuk. Aku masih memiliki urusan yang belum selesai di sini. Dan aku berniat untuk menyelesaikannya.”
Lee tersenyum dan mengangkat dagu Arabella. Membuatnya tersentak kaget saat merasakan kehangatan tangan Lee. Dia sama sekali tak terasa mati.
Arabella Deshoulieres. Ingatkah kau saat pertama kali kita bertemu? Bukan saat di perkemahan, namun enam tahun yang lalu. Saat kau masih seorang gadis kecil kesepian dan aku hanyalah seorang pemusik jalanan yang bertualang bersama teman temanku menghindari para monster. Enam tahun lalu. Di bawah pohon moonlace yang hanya satu satunya.”
Mata Arabella terkunci pada mata Lee. “Aku tak pernah lupa.”
Lee tertawa kecil. “Tidak juga diriku.” Lee terdiam sesaat, sebuah senyum lembut terukir di bibirnya. “Saat aku melihatmu pertama kali di perkemahan, aku langsung tahu kau adalah gadis kecil yang pernah kukenal dulu. Tentu saja, kau memakai jepitan ini. Kau selalu memakainya. Bahkan sekarang.” Lee menyentuh jepitan yang terpasang di rambut Arabella. Tepat di bawah rangkaian moonlace-nya.
Namun yang membuatku kaget adalah betapa gadis kecil yang kutemui dulu telah berubah menjadi gadis yang sangat cantik.” Lee mengusap rambut Arabella dengan lembut. “Bukan berarti kau jelek, tentu saja. Hanya saja... dulu kau begitu menggemaskan dan kekanakan, aku tak pernah menyangka kau akan tumbuh menjadi gadis yang begitu memesona...”
Kau tahu itu aku sejak awal. Mengapa kau tak pernah mengatakannya?”
Aku tahu, aku memang bodoh. Seharusnya aku mengatakannya. Tapi aku...aku begitu gugup saat bertemu denganmu lagi. Aku tahu itu dirimu. Aku langsung mengenalimu. Namun perubahanmu...” Lee tak melanjutkan kata katanya. “Tapi kau juga mengenaliku, kan? Mengapa kau tak pernah mengatakannya padaku?”
Arabella mengangkat bahunya sambil tersenyum kecil, “Entahlah. Mungkin aku tak tahu bagaimana mengatakannya. Mungkin aku kesal karena kau tak mengenaliku yang masih memakai jepitan pemberianmu.”
Mereka berdua tertawa perlahan.
Jadi.” ujar Lee setelah beberapa saat. “Kupikir kau masih ingat akan janjiku padamu enam tahun lalu yang belum kupenuhi.”
Arabella menahan air mata yang tiba tiba sudah menggenangi matanya lagi. “Kau berjanji akan mengajakku berdansa.”
Lee mengangguk sambil meraih tangan Arabella, tersenyum. “Membutuhkan waktu enam tahun untuk memenuhi janjiku padamu, namun kuharap kau mau memaafkanku.”
Aku tak pernah marah padamu.” bisik Arabella sambil meletakkan satu tangannya di pundak Lee. Tangan yang satunya sudah berada di genggaman putra Apollo itu.
Musik mengalun saat mereka mulai bergerak. Arabella tidak begitu menyadarinya saat itu, namun musik itu seolah berasal dari seluruh arah. Namun Arabella tak melihat satupun alat musik ataupun orang yang memainkannya.
Tetapi saat itu Arabella tak peduli. Matanya tak lepas dari wajah Lee. Begitupun sebaliknya. Mereka sadar dan paham bahwa waktu mereka tak banyak. Mereka tak mau menyia nyiakannya. Mereka ingin menikmati waktu yang mereka punya sebaik mungkin.
Bells,” panggil Lee. Matanya menatap wajah Arabella lekat. Pandangan yang dulu biasanya akan membuat Arabella merona dan mengalihkan pandangan. Namun kali ini Arabella tetap menengadah dengan tegak, balas menatap Lee dengan lembut.
Ya?”
Saat aku melihat dirimu tadi, berdiri di tengah sekumpulan moonlace keperakan, aku seolah kembali ke masa ketika aku pertama kali melihatmu lagi di perkemahan. Kau begitu bersinar, begitu menakjubkan... Jantungku seolah berhenti berdetak sesaat dan aku lupa caranya bernapas.” Lee tersenyum seolah menyadari sesuatu yang lucu. “Meskipun, dengan kondisiku sekarang, hal itu tidak penting.”
Intinya, yang ingin kukatakan adalah... aku jatuh cinta padamu, Arabella Deshoulieres. Sejak pertama kali aku melihatmu di perkemahan tiga tahun lalu. Aku seharusnya mengatakan hal ini sejak dulu, namun aku pengecut. Aku tak berani mengatakannya padamu. Aku takut kau takkan menyukaiku. Aku takut kau justru akan membenciku.” Lee menyentuh lembut wajah Arabella. “Apa... apa kau membenciku sekarang?”
Arabella memandang mata Lee dalam dalam dan berkata dengan tegas. “Ya. Aku membencimu.”
Lee memejamkan matanya dan melepaskan Arabella perlahan. “Aku...aku mengerti. Maaf... maafkan...”
Tidak, kau tak mengerti.” sentak Arabella. Tangannya menahan lengan Lee agar tetap berada di dekatnya. Sebuah senyuman lembut terukir di bibirnya.
Aku membencimu karena kau telah membuatku memikirkanmu terus selama bertahun tahun. Aku membencimu karena kau adalah alasan mengapa aku tak pernah menerima ajakan kencan dari orang lain. Aku membencimu karena kau membuatku merasakan sensasi menggelitik yang aneh setiap kau menatapku atau kulit kita bersentuhan. Aku membencimu karena segala yang ada pada dirimu terasa begitu pas untukku. Aku membencimu karena kau pergi meninggalkanku ke tempat yang terlalu jauh untuk kucapai. Aku membencimu karena kau mengatakan kau mencintaiku saat semua sudah terlambat...” Arabella berhenti sesaat dan menyentuh wajah Lee yang ekspresinya sulit dijelaskan. “Namun lalu aku teringat alasan dari semua itu adalah karena aku mencintaimu. Selalu. Sejak kau menyematkan jepitan ini di rambutku. Hatiku adalah milikmu.”
Bells...” bisik Lee. Tangannya memegang pipi Arabella dengan lembut dan wajahnya mendekat ke wajah Arabella. Dengan lembut Lee mencium Arabella.
Saat Lee melepaskannya, tubuh Arabella seolah melayang ke angkasa. Berbagai perasaan bercampur aduk dalam dirinya. Namun satu hal yang dia tahu pasti. Lee mencintainya. Begitupun sebaliknya.
Dan tak ada kedalaman Dunia Bawah yang bisa memisahkan mereka.
Waktuku mulai habis. Aku harus segera pergi. Urusanku di sini sudah selesai.” ucap Lee. Namun tangannya tetap menggenggam tangan Arabella, seolah tak ingin melepaskannya.
Meskipun begitu, Arabella tahu bahwa perkataan Lee benar. Arabella bisa merasakan kehangatan yang dirasakannya dalam genggaman tangan Lee mulai menghilang.
Aku tahu.” ujar Arabella lembut. “Dan aku percaya kita akan dipertemukan kembali. Apakah kau tak mempercayainya?”
Lee tersenyum lembut sambil mengusap wajah Arabella. “Aku percaya.”
Lalu perlahan, tubuh Lee memudar menjadi kabut kelabu dan akhirnya menghilang. Seiring dengan hilangnya tubuh Lee, seluruh moonlace yang memenuhi pepohonan, rumput, serta sungai menghilang. Menyisakan hanya rangkaian moonlace di kepala Arabella. Yang kini menguncup kembali karena sinar bulan kembali tertutupi awan.
Namun semua hal itu tidak membuat Arabella khawatir. Sebuah senyum terukir di bibirnya. Semua kekhawatirannya telah menghilang dan digantikan oleh kepercayaan. Dia percaya. Percaya sepenuhnya.
Bahwa suatu saat dia akan dipersatukan kembali dengan Lee Fletcher.


>>>>>>><<<<<<<

Popular posts from this blog

Siapa Bilang 'Grepe -Grepe' Itu Nggak Baik?

The Lost Chapter of The Lightning Thief

Rick Riordan's The Kane Chronicles